Sejarah Kecerdasan Buatan (Artificial
Intelligence)
Kecerdasan buatan merupakan bidang
ilmu komputer yang sangat penting di era kini dan masa akan datang untuk
mewujudkan sistem komputer yang cerdas.
Bidang ini telah berkembang sangat pesat di 20 tahun terakhir seiring
dengan kebutuhan perangkat cerdas pada industry dan rumah tangga, oleh karena
itu buku ini memaparkan berbagai pandangan modern dan hasil riset terkini yang perlu dikuasai oleh para akademisi,
pelajar dan praktisi lengkap dengan implementasi nyata.
Kata “intelligence” berasal dari
bahasa Latin “intelligo” yang bearti “saya paham”. Berarti dasar dari intelligence ialah
kemampuan untuk memahami dan melakukan aksi.
Sebenarnya, area Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) adalah
bidang ilmu yang mempelajari bagaimana membuat sistem atau komputer menjadi
cerdas. Supaya komputer bisa bertindak seperti atau serupa dengan manusia, maka
komputer harus diberi bekal pengetahuan, dan mempunyai kemampuan untuk menalar.
Bermula dari kemunculan komputer
sekitar th 1940-an, meskipun sejarah perkembangannya dapat dilacak sejak zaman
Mesir kuno. Pada masa ini, perhatian difokuskan pada kemampuan komputer
mengerjakan sesuatu yang dapat dilakukan oleh manusia. Dalam hal ini, komputer tersebut dapat meniru
kemampuan kecerdasan dan perilaku manusia.
McMulloh dan Pitts pada tahun 1943
mengusulkan model matematis bernama perceptron dari neuron di dalam otak.
Mereka juga menunjukkan bagaimana
neuron menjadi aktif seperti saklar on-off dan neuron tersebut mampu untuk belajar
dan memberikan aksi berbeda terhadap waktu dari input yang diberikan. Sumbangan terbesar di bidang AI diawali pada
paper Alan Turing, pada tahun 1950 yang mencoba menjawab “Dapatkah computer berfikir” dengan
menciptakan mesin Turing. Paper Alan Turing
pada tahun 1950 berjudul “Computing Machineri and Intelligence” mendiskusikan
syarat sebuah mesin dianggap cerdas. Dia beranggapan bahwa jika mesin dapat
dengan sukses berprilaku seperti manusia, kita dapat menganggapnya cerdas.
Pada akhir 1955, Newell dan Simon
mengembangkan The Logic Theorist,
program AI pertama. Program ini merepresentasikan masalah sebagai model pohon, lalu
penyelesaiannya dengan memilih cabang
yang akan menghasilkan kesimpulan terbenar. Program ini berdampak besar dan
menjadi batu loncatan penting dalam mengembangkan bidang AI. Pada tahun 1956
John McCarthy dari Massacuhetts
Institute of Technology dianggap sebagai bapak AI, menyelenggarakan konferensi
untuk menarik para ahli komputer bertemu, dengan nama kegiatan “The Dartmouth summer research
project on artificial intelligence.”
Konferensi Dartmouth itu mempertemukan para pendiri dalam AI, dan
bertugas untuk meletakkan dasar bagi masa depan
pemgembangan dan penelitian AI.
John McCarthy di saat itu
mengusulkan definisi AI adalah “ AI merupakan cabang dari ilmu komputer yang
berfokus pada pengembangan komputer untuk dapat memiliki kemampuan dan berprilaku
seperti manusia” .
Perkembangan AI melambat (1966-1974),
prediksi Herbert Simon pada tahun 1957 yang menyatakan bahwa AI akan menjadi
ilmu pengetahuan yang akan berkembang dengan pesat ternyata meleset. Pada 10
tahun kemudian, perkembangan AI melambat. Hal ini disebabkan adanya 3 kesulitan
utama yang dihadapi AI, yaitu:
1. Program-program AI yang bermunculan hanya
mengandung sedikit atau bahkan tidak mengandung sama sekali pengetahuan pada
subjeknya. Program-program AI berhasil hanya karena manipulasi sisntetis yang
sederhana. Sebagai contoh adalah Weizenbaum’s ELIZA program (1965) yang dapat
melakukan percakapan serius pada berabgai topik, sebenarnya hanya peminjaman
dan manipulasi kalimat-kalimat yang diketikkan oleh manusia.
2. Banyak masalah yang harus diselesaikan oleh
AI, karena terlalu banyaknya masalah yang berkaitan, mak atidak jarang banyak
terjadi kegagalan pada pembuatan program AI.
3. Ada beberapa batasan pada struktur dasar
yang digunakan untuk menghasilkan perilaku intelijensia. Sebagai contoh adalah
pada tahun 1969, buku Minsky dan Papert Perceptrons membuktikan bahwa meskipun
program-program perceptron dapat mempelajari segala sesuatu, tetapi
program-program tersebut hanya merepresentasikan sejumlah kecil saja. Sebagai
contoh masukan perceptron yang berbeda tidak dapat dilatihkan untuk mengenali
kedua masukan berbeda tersebut.
Sistem berbasis pengetahuan
(1969-1979), pengetahuan adalah kekuatan pendukung AI. Hal ini dibuktikan
dengan program yang dibuat oleh Ed Feigenbaum, Bruce Buchanan, dan Joshua
Lederberg yang membuat program untuk memecahkan masalah struktur molekul dari
informasi yang didapatkan dari spectometer massa. Program ini dinamakan dendral
programs yang berfokus pada segi pengetahuan kimia. Dari segi diagnosa medis
juga sudah ada yang menemukannya, yaitu Saul Amarel dalam proyek computer ini
biomedicine. Proyek ini diawali dari keinginan untuk mendapatkan diagnosa
penyakit berdasarkan pengetahuan yang ada pada mekanisme penyebab proses
penyakit.
AI menjadi sebuah industry
(1980-1988), industralisasi AI diawali dengan ditemukannya sistem pakar yang
dinamakan R1 yang mamapu mengkonfigurasi sistem-sistem komputer baru. Program
tersebut mulai dioperasikan di digital equipment corporation (DEC), McDermott,
pada tahun 1982. Paa tahun 1986, program ini telah berhasil menghemat US$ 40
juta per tahun. Pada tahun 1988, kelompok AI di DEC menjalankan 40 sistem
pakar. Hamper semua perusahaan besar di USA mempunyai didivisi Ai sendiri yang
menggunakan ataupun mempelajari sistem pakar. Booming industry Ai juga
melibatkan perusahaan-perusahaan besar seperti Carnegie Group, Inference,
Intellicorp, dan Technoledge yang menawarkan software tools untuk membangun
sistem pakar. Perusahaan hardware seperti LISP Machines Inc., Texas
Instruments, Symbolics, dan Xerox juga turut berperan dalam membangun
workstation yang dioptimasi untuk pembangunan program LISP. Sehingga,
perusahaan yang sejak tahun 1982 hanya menghasilkan beberapa juta US$ per tahun
meningkat menjasi 2 milyar US$ per tahun pada tahun 1988.
Kembalinya jaringan syaraf tiruan
(1986 – sekarang), meskipun bidang ilmu komputer menolak jaringan syaraf tiruan
setelah diterbitkannya buku ‘Perceptrons’ karangan Minsky dan Papert, tetapi
para ilmuwan masih mempelajari bidang ilmu tersebut dari sudut pandang yang
lain, yaitu fisika. Para ahli fisika seperti Hopfield (1982)) menggunakan
teknik-teknik mekanika statistika untuk menganalisa sifat-sifat penyimpanan dan
optimasi pada jaringan syaraf. Para ahli psikolog, David Rumhelhart dan Geoff
Hinton, melanjutkan penelitian mengenai model jaringan syaraf pada memori. Pada
tahun 1985-an sedikitnya empat kelompok riset menemukan kembali algoritma
belajar propagasi balik. Algoritma ini berhasil diimplementasikan ke dalam ilmu
bidang komputer dan psikologi.
Hubungan Ai dan Kognisi Manusia
Kognisi adalah kepercayaan
seseorang tentang sesuatu yang didapatkan dari proses berpikir tentang
seseorang atau sesuatu. Kognisi dapat pula diartikan sebagai pemahaman terhadap
pengetahuan atau kemampuan untuk memperoleh pengetahuan. Proses yang dilakukan
adalah memperoleh pengetahuan dan memanipulasi pengetahuan melalui aktivitas
mengingat, menganalisis, memahami, menilai, menalar, membayangkan dan
berbahasa. Kapasitas atau kemampuan kognisi biasa diartikan sebagai kecerdasan
atau inteligensi. Bidang ilmu yang mempelajari kognisi beragam, di antaranya
adalah psikologi, filsafat, komunikasi, neurosains, serta kecerdasan buatan.
Kecerdasan Buatan atau Artificial
Intelligence merupakan salah satu bagian ilmu komputer yang membuat agar mesin
(komputer) dapat melakukan pekerjaan seperti dan sebaik yang dilakukan manusia.
Pada awal diciptakannya, komputer hanya difungsikan sebagai alat hitung saja.
Namun seiring dengan perkembangan jaman, maka peran komputer semakin
mendominasi kehidupan umat manusia. Komputer tidak lagi hanya digunakan sebagai
alat hitung, lebih dari itu, komputer diharapkan untuk dapat diberdayakan untuk
mengerjakan sesuatu yang bisa dikerjakan oleh manusia.
Manusia bisa menjadi pandai dalam
menyelesaikan segala permasalahan di dunia ini karena manusia mempunyai
pengetahuan dan pengalaman. Pengetahuan diperoleh dari cara mempelajarinya.
Semakin banyak bekal pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang tentu saja
diharapkan akan lebih mampu dalam menyelesaikan permasalahan. Namun bekal
pengetahuan saja tidak cukup, manusia juga diberi akal untuk melakukan
penalaran, mengambil kesimpulan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang
mereka miliki. Tanpa memiliki kemampuan untuk menalar dengan baik, manusia
dengan segudang pengalaman dan pengetahuan tidak akan dapat menyelesaikan
masalah dengan baik. Demikian juga dengan kemampuan menalar yang sangat baik,
namun tanpa dibekali pengetahuan dan pengalaman yang memadai, manusia juga
tidak akan bisa menyelesaikan masalah dengan baik.
Dengan adanya kecerdasan buatan,
diharapkan tidak menutup kemungkinan hanya dengan data pengetahuan yang
terbatas, sebuah komputer dapat berpikir seperti manusia dalam menghadapi
masalah.
Referensi
http://socs.binus.ac.id/2012/03/02/a-little-brief-about-artificial-intelligence/
http://socs.binus.ac.id/2012/06/06/mengenal-kecerdasan-buatan-kini-dan-akan-datang/
http://informatika.web.id/category/kecerdasan-buatan/
http://www.hujanhitam.web.id/2010/11/sejarah-kecerdasan-buatan.html
http://www.psikologiku.com/definisi-pengertian-kognisi-dalam-psikologi-menurut-para-ahli/
Referensi
http://socs.binus.ac.id/2012/03/02/a-little-brief-about-artificial-intelligence/
http://socs.binus.ac.id/2012/06/06/mengenal-kecerdasan-buatan-kini-dan-akan-datang/
http://informatika.web.id/category/kecerdasan-buatan/
http://www.hujanhitam.web.id/2010/11/sejarah-kecerdasan-buatan.html
http://www.psikologiku.com/definisi-pengertian-kognisi-dalam-psikologi-menurut-para-ahli/
Silahkan berikan Komentar dan Saran anda demi kemajuan blog sederhana ini